Umat miskin dan penganggur berdiri hari ini
Seratus juta banyaknya
Di tengah mereka tak tahu akan berbuat apa
Kini kutundukkan kepala, karena
Ada sesuatu besar luar bisa
Hilang terasa dari rongga dada
Saudaraku yang sirna nafkah, tanpa kerja
Berdiri hari ini
Seratus juta banyaknya
Kita harus berbuat sesuatu, betapa pun sukarnya
puisi ciptaan Taufiq Ismail
Jumat, 15 Juni 2012
Salemba
Alma Mater, janganlah bersedih
Bila arakan ini bergerak pelahan
Menuju pemakaman
Siang ini
Anakmu yang berani
Telah tersungkur ke bumi
Ketika melawan tirani
Bila arakan ini bergerak pelahan
Menuju pemakaman
Siang ini
Anakmu yang berani
Telah tersungkur ke bumi
Ketika melawan tirani
Sebuah Jaket Berlumur Darah
Sebuah jaket
berlumur darah
Kami semua
telah menatapmu
Telah pergi
duka yang agung
Dalam
kepedihan bertahun-tahun.
Sebuah
sungai membatasi kita
Di bawah
terik matahari Jakarta
Antara
kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan
mundurkah kita sekarang
Seraya
mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikara
setia kepada tirani
Dan
mengenakan baju kebesaran
sang pelayan?.
Spanduk
kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua
telah menatapmu
Dan di atas
bangunan-bangunan
Menunduk
bendera setengah tiang.
Pesan itu
telah sampai kemana-mana
Melalui
kendaraan yang melintas
Abang-abang
beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan
di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi
jenazah ke pemakaman
Mereka
berkata
Semuanya
berkata
Lanjutkan
Perjuangan.
Syair orang lapar
Lapar menyerang desaku
Kentang dipanggang kemarau
Surat orang kampungku
Kuguratkan kertas
Risau
Lapar lautan pidato
Ranah dipanggang kemarau
Ketika berduyun mengemis
Kesinikan hatimu
Kuiris
Lapar di Gunung Kidul
Mayat dipanggang kemarau
Berjajar masuk kubur
Kau ulang jua
kalau
Kentang dipanggang kemarau
Surat orang kampungku
Kuguratkan kertas
Risau
Lapar lautan pidato
Ranah dipanggang kemarau
Ketika berduyun mengemis
Kesinikan hatimu
Kuiris
Lapar di Gunung Kidul
Mayat dipanggang kemarau
Berjajar masuk kubur
Kau ulang jua
kalau
Bayi Lahir Bulan Mei 1998
Dengarkan itu ada bayi mengea dirumah tetangga
Suaranya keras , menangis berhiba-hiba
Begitu lahir ditating tangan bidannya
Belum kering darah dan air ketubannya
Langgsung Dia memikul hutang di bahunya
Rupiah sepuluh juta
Kalau Dia jadi petani di desa
Dia akan mensubsidi harga beras orang kota
Kalau Dia jadi orang kota
Dia akan mensubsidi binsnis pengusaha kaya
Kalau Dia bayar pajak
Pajak itu mungkin jadi peluru runcing
Ke pangkal aortanya dibidikkan mendesing
Cobalah nasihati bayi ini dengan penataran juga
Mulutmu belum selesai bicara
Kau pasti dikencinginya
Suaranya keras , menangis berhiba-hiba
Begitu lahir ditating tangan bidannya
Belum kering darah dan air ketubannya
Langgsung Dia memikul hutang di bahunya
Rupiah sepuluh juta
Kalau Dia jadi petani di desa
Dia akan mensubsidi harga beras orang kota
Kalau Dia jadi orang kota
Dia akan mensubsidi binsnis pengusaha kaya
Kalau Dia bayar pajak
Pajak itu mungkin jadi peluru runcing
Ke pangkal aortanya dibidikkan mendesing
Cobalah nasihati bayi ini dengan penataran juga
Mulutmu belum selesai bicara
Kau pasti dikencinginya
Kamis, 14 Juni 2012
Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua Pada Anaknya Berangkat Dewasa
Jika adalah yang harus kau lakukan
Ialah menyampaikan kebenaran
Jika adalah yang tidak dapat dijual-belikan
Ialah yang bernama keyakinan
Jika adalah yang harus kau tumbangkan
Ialah segala pohon-pohon kezaliman
Jika adalah orang yang harus kau agungkan
Ialah hanya Rosul Tuhan
Jika adalah kesempatan memilih mati
Ialah syahid di jalan Ilahi
Ialah menyampaikan kebenaran
Jika adalah yang tidak dapat dijual-belikan
Ialah yang bernama keyakinan
Jika adalah yang harus kau tumbangkan
Ialah segala pohon-pohon kezaliman
Jika adalah orang yang harus kau agungkan
Ialah hanya Rosul Tuhan
Jika adalah kesempatan memilih mati
Ialah syahid di jalan Ilahi
Langganan:
Postingan (Atom)